Minggu, 25 Desember 2011

PENDEKATAN SITUASIONAL DAN TEORI KONTIGENSI


Dalam teori pendekatan situasional, kepemimpinan yang efektif adalah bagaimana seorang pemimpin dapat mengetahui keadaan baik kemampuan ataupun sifat dari anak buah yang di pimpinnya untuk kemudian pemimpin dapat menentukan perintah atau sikap terhadap anak buah sesuai dengan keadaan atau pun kemampuan anak buahnya. Tingkat kematangan atau kemapuan anak buah ada empat macam yaitu:
·         intruksi,
·         konsultasi,
·         delegasi
·         dan partisipasi.
Adapun gaya yang tepat di terapkan dalam keempat tingkat kematanga anak buah seperti yang telah di jelaskan oleh Miftah Thoha dalam bukunya Kepemimpinan dalam Manajemen adalah sebagai berikut: Instruksi yaitu perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan dirujuk sebagai instruksi karena gaya ini dicirikan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberikan batasan peranan pengikutnya dan memberitahu mereka tentang apa, bagaimana, bilamana, dan dimana melaksankana berbagai tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin. Pemecahan masalah dan keputusan diumumkan, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh pemimpin.
Konsultasi yaitu perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan dirujuk sebagai konsultasi, karena dalam menggunakan gaya ini, pemimpin masih banyak memberikan pengarahan dan masih membuat hampir sama dengan keputusan, tetapi hal ini diikuti dengan meningkatkan banyaknya komunikasi dua arah dan perilaku mendukung, dengan berusaha mendengar perasaan pengikut tentang keputusan yang dibuat, serta ide-ide dan saran-saran mereka. Meskipun dukungan ditingkatkan, pengendalian (control) atas pengambilan keputusan tetap pada pemimpin.
Partisipasi yaitu perilaku pemimpin yang tinggi dukunagn dan rendah pengarahan dirujuk sebagai partisipasi, karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dipegang secara bergantian. Dengan penggunaan gaya 3 ini, pemimpin dan pengikut saling tukar menukar ide dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. Komunikasi dua arah ditingkatkan, peran pemimpin adalah secara aktif mendengar. Tanggung jawab pemecahan masalah dan pembuatan keputusan sebagian besar berada pada pihak pengikut. Hal ini sudah sewajarnya karena pengikut memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas.
Delegasi yaitu perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan dirujuk sebagai delegasi, karena pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian proses pembuatan keputusan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan. Sekarang bawahanlah yang memiliki kontrol untuk memutuskan tentang bagaimana cara pelaksanaan tugas. Pemimpin memberikan kesempatan yang luas bagi bawahan untuk melaksanakan pertunjukan mereka sendiri karena mereka memiliki kemampuan dan keyakinan untuk memikul tanggung jawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan yang efektif adalah pemimpin yanng dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya sesuai dengan tingkat kematangan anak buahnya. Hubungan antara gaya kepemimpinan dan tingkat kematangan anak buah adalah sebagai berikut:Jika anak buah dalam kematangan yang rendah maka gaya kepemimpinan yang efektif adalan instruksi. Jika kematangan anak buah sedanng bergerak dari rendah kesedang maka gaya kepemimpinan yang efektif adalah konsultasi. Jika tingkat kematangan anak buah dari sedang ke tinggi maka gaya kepemimpinan yanng efektif adalah partisipasi. Dan jika kematangan anak buah adalah tinggi maka gaya kepemimpinan yanng efektif adalah delegasi.



Menurut Wahjosumidjo (1987:219) pada dasarnya tidak ada pemimpin yang baik yang ada adalah pemimpin yang efektif, yaitu pemimpin yang selalu berubah-ubah perilakunya sesuai dengan tingkat perkembangan kedewasaan bawahannya. Oleh karena itu, seorang pemimpin dapat berperilaku efektif, akan lebih cocok apabila pemimpin itu dapat menerapkan ajaran teori kepemimpinan situasi. Dan teori kepemimpinan situasi sendiri pada hakikatnya merupakan teori yang dikembangkan dari teori kepemimpinan perilaku. Sedang teori kepemimpinan perilaku berdasarkan perkembangannya bersumber pada ajaran-ajaran yang dihasilkan oleh teori kepemimpinan sifat.

Teori Kontigensi (Contingency)
              Pendekatan Situasional Contingency menggambarkan bahwa gaya yang digunakan adalah bergantung pada faktor – faktor seperti situasi, karyawan, tugas, organisasi dan variable lingkaran lainnya. Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku kepemimpinan menurut Mary Parker Follet yang menggambarkan hukum situasi menyatakan bahwa ada 3 variable yang mempengaruhi para pemimpin, yaitu :
§  Pemimpin
§  Pengikut atau bawahan
§  Situasi

Rangkaian kesatuan kepemimpinan Tannen Bawn dan Selmit :
              Mempertimbangkan tiga kumpulan kekuatan sebelum melakukan pemilihan gaya kepemimpinan, yaitu :
1.   Kekuatan manager adalah :
(a)          Sistem nilai
(b)         KEPercayaan terhadap bawahan
(c)          Kecenderungan kepemimpinan sendiri
(d)         Perasaan aman dan tidak aman
2.   Kekuatan – kekuatan di dalam diri para bawahan :
(a)          Kebutuhan mereka akan kebebasan
(b)         Kebutuhan mereka akan peningkatan tanggung jawab
(c)          Apakah mereka tertarik dalam dan mempunyai keahlian …………..
(d)         Harapan mereka mengenai keterlibatan dalam pembuatan keputusan

3.   Kekuatan – kekuatan situasi adalah :
(a)          Tipe organisasi
(b)         Effektifitas kelompok
(c)          Desakan waktu
(d)         Sifat masalah itu sendiri

Ada beberapa power yaitu:
-> legitimate power : adanya kekuatan legal pemimpin
-> reward power : kekuatan yang berasal imbalan yang diberikan pimpinan
-> coercive power : kekuatan pemimpin dalam memberikan ancaman
-> expert power : kekuatan yang muncul karena keahlian pemimpinnya
-> referent power : kekuatan yang muncul karena bawahan menyukai pemimpinnya
-> information power : pemimpin mempunyai informasi yang lebih dari bawahannya.




Teori Siklus Kehidupan
            Konsep dasar teori siklus kehidupan adalah strategi dan perilaku pemimpin harus situasional dan didasarkan pada kedewasaannya dan para pengikutnya. Kedewasaan adalah kemampuan individu atau kelompok dalam menetapkan tujuan tinggi tetapi dapat dicapai, ada kemampuan mereka untuk mengambil tanggung jawab. Perilaku tugas adalah tingkat dimana pemimpin cenderung untuk mengorganisasikan dan menentukan peranan-peranan  para pengikut, menjelaskan setiap kegiatan yang dilaksanakan, kapan dan dimana, dan bagaimana tugas diselesaikan.Perilaku Hubungan berkenaan dengan hubungan pribadi pemimpin dengan individu atau para anggota kelompoknya.
Teori Situasional Hersey dan Blanchard yaitu teori yang memfokuskan kepada pengikut. Menurut teori ini bahwa kepemimpinan yang berhasil dicapai dengan memilih gaya kepemimpinan yang tepat, bersifat tergantung pada kesiapan atau kedewasaan para pengikutnya. (Robbins, 2002:49) mengemukakan kepemimpinan situasional lebih menekankan pada pengikut yaitu pada kesiapan atau kematangan pengikut.
Menurut Paul Hersey dan Blachard (1995:34) mengemukakan bahwa hubungan antara pemimpin dengan bawahannya berjalan melalui 4 (empat) tahap menurut perkembangan dan kematangan bawahan yaitu :
a.       Gaya Penjelasan (telling style) yaitu pada saat bawahan pertama kali memasuki organisasi, orientasi tugas yang tinggi dan orientasi hubungan yang rendah paling tepat. Bawahan harus lebih banyak diberi perintah dalam pelaksanaan tugasnya dan diperkenalkan dengan aturan-aturan dan prosedur organisasi.
b.      Gaya Menjual (selling style) yaitu pada tahap ini bawahan mulai mempelajari tugas-tugasnya. Kepemimpinan orientasi tugas yang tinggi masih diperlukan, karena bawahan belum  bersedia menerima tanggung jawab yang penuh. Tetapi kepercayaan dan dukungan pemimpin terhadap bawahan dapat meningkat. Di mana pemimpin dapat mulai menggunakan perilaku yang berorientasi hubungan yang tinggi.
c.       Gaya Partisipasi (participating style) yaitu tahap ini kemampuan dan motivasi pestasi bawahan meningkat, dan bawahan secara aktif mulai mencari tanggung jawab yang lebih besar. Di mana perilaku pemimpin adalah orientasi hubungan tinggi dan orientasi tugas rendah.
d.      Gaya Pendelegasian (delegating style) yaitu tahap ini bawahan secara berangsur-angsur menjadi lebih percaya diri, dapat mengarahkan diri sendiri, cukup berpengalaman, dan tanggung jawabnya dapat diandalkan. Di mana gaya pendelegasian yang tepat yaitu orientasi tugas dan hubungan rendah.

Model kepemimpinan situasional 'Life Cycle'

Harsey & Blanchard mengembangkan model kepemimpinan situasional efektif dengan memadukan tingkat kematangan anak buah dengan pola perilaku yang dimiliki pimpinannya.


Ada 4 tingkat kematangan bawahan, yaitu:
- M 1 : bawahan tidak mampu dan tidak mau atau tidak ada keyakinan
- M 2 : bawahan tidak mampu tetapi memiliki kemauan dan keyakinan bahwa ia bisa
- M 3 : bawahan mampu tetapi tidak mempunyai kemauan dan tidak yakin
- M 4 : bawahan mampu dan memiliki kemauan dan keyakinan untuk menyelesaikan tugas.

Ada 4 gaya yang efektif untuk diterapkan yaitu:
- Gaya 1 : telling, pemimpin memberi instruksi dan mengawasi pelaksanaan tugas dan kinerja anak buahnya.
- Gaya 2 : selling, pemimpin menjelaskan keputusannya dan membuka kesempatan untuk bertanya bila kurang jelas.
- Gaya 3 : participating, pemimpin memberikan kesempatan untuk menyampaikan ide-ide sebagai dasar pengambilan keputusan.
- Gaya 4 : delegating, pemimpin melimpahkan keputusan dan pelaksanaan tugas kepada bawahannya.





Fielder mengemukakan 3 dimensi variabel situasional yang mempengaruhi gaya kepemimpinan, yaitu :

  1. Hubungan pemimpin dengan bawahan (anggota) (Leaser-Member Relations), sejauhmana pimpinan diterima oleh anggotanya.

  1. Posisi kekuasaan atau Kekuatan posisi (Position Power), kekuasaan dari organisasi, artinya sejauhmana pemimpin mendapatkan kepatuhan dari bawahannya dengan menggunakan kekuasaan yang bersumber dari organisasi secara formal (bukan kekuasaan yang berasal dari kharisma atau keahlian).
    Pemimpimpin yang memiliki kekuasaan yang jelas (kuat) dari organisasi akan lebih mendapatkan kepatuhan dari bawahannya.
  2. Struktur Tugas (Task Structure), Kejelasan tugas dan tanggung jawab setiap orang dalam organisasi. Apabila tatanan tugas cukup jelas, maka prestasi setiap orang yang ada dalam organisasi lebih mudah dikiontrol dan tanggung jawab setiap orang lebih pasti.

Berdasarkan tiga dimensi variabel situasional tersebut, maka ada dua gaya kepemimpinan menurut Fielder, yaitu :
1.      Gaya kepemimpinan yang mengutamakan tugas (task oriented), dan
2.      Gaya kepemimpinan yang mengutamakan hubungan dengan bawahan (Human relations).


Teori contijensi dari Fielder mengatakan bahwa efektivitas suatu kelompok atau organisasi tergatung pada interaksi antara kepribadian pemimpin dan sutuasi.
Situasi dirumuskan dengan dua karasteristik, yaitu : situasi yang sangat menyenangkan (menguntungkan) dan situasi yang sangat tidak menyenangkan (tidak menguntungkan).
  1. Situasi sangat menyenangkan (menguntungkan), adalah situasi dimana pemimpin menguasai, mengendalikan dan mempengaruhi situasi.
  2. Situasi sangat tidak menyenangkan (tidak menguntungkan), adalah situasi yang dihadapi oleh manajer dengan ketidak pastian.

Transformational Leadership

Robert house menyampaikan teorinya bahwa kepemimpinan yang efektif menggunakan dominasi, memiliki keyakinan diri, mempengaruhi dan menampilkan moralitas tinggi untuk meningkatkan karismatiknya. Dengan kharismanya pemimpin transformational akan menantang bawahannya untuk melahirkan karya istimewa.

Langkah yang dilaksanakan pemimpin ini biasanya membicarakan dengan pengikutnya bagaimana pentingnya kinerja mereka, bagaimana bangga dan yakinnya mereka sebagai anggota kelompok, bagaimana istimewanya kelompok yang akan menghasilkan karya luar biasa.


0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktops